SEJARAH DESA PERERENAN


Penamaan sebuah desa kerap kali berkaitan dengan suatu sejarah atau latar belakang berdirinya desa tersebut, sehingga nama tersebut kemudian dipakai. Mengenai sejarah desa Pererenan erat kaitannya dengan dengan Desa Tibubeneng yang merupakan wilayah Desa Padonan. Diceritakan pada zaman dahulu, terdapat sebuah kerajaaan kecil yang termasuk ke dalam wilayah Kerajaan Mengwi. Adapun bukti tertulis mengenai latar belakang penamaan Desa Pererenan terdapat dalam babad I Gusti Gede Meliling, yang menyatakan bahwa pada zaman dahulu diceritakan Cokorda Munggu yang bernama I Gusti Nyoman Agung Alangkajeng pergi berburu, dan dicerikan pula bahwa beliau tiba di suatu desa yang bernama Sukawati. Di desa tersebut beliau bertemu dengan Dalem Sukawati. Perjalanan beliau yang jauh mengakibatkan beliau kelelahan sehingga beliau memutuskan untuk Singgah di Puri Bun yang merupakan tempat tinggal Dalem Sukawati. Dalaam keadaan yang lelah ini beliau meminta agar dicarikan seorang juru pijat. Juru pijat yang dicarikan untuk beliau bernama Ni Jero Meliling. Pertemuan keduanya mengakibatkan keduanya saling jatuh cinta. Lalu dari pasangan I Gusti Agung Nyoman Alagkajeng ( Sri Aji Mengwi) dan Ni Jero Meliling lahirlah seorang putra yang sangat tampan yang wajahnya sangat mirip dengan Sri Aji Mengwi, anak ini kemudian diberi nama I Gusti Gede Pererenan. Setelah beranjak dewasa I Gusti Gede Pererenan memutuskan untuk menemui ayahnya. Pada saat bertemu dengan ayahya beliau lalu menceritakan identitas beliau yang sebenarnya bahwa beliau merupakan putra Ni Meliling. Setelah menceritakan identitasnya Sri Aji Mengwi pun sadar dan mengakui putranya tersebut serta beliau memberikan sebuah nama untuk putranya yakni I Gusti Gede Meliling, beliau pun menyerahkan kekuasaannya kepada sang putra. I Gusti Gede Meliling akhirnya memerintah kerajaan Padang Luwih Tibubeneng sekitar tahun 1760. Di bawah pemerintahan beliau kerajaan ini sangat makmur dan luas wilayahnya meliputi Kuta dan Jimbaran. I Gusti Gede Meliling lalu memutuskn untuk menikahi seorang wanita yang berasal dari Kerobokan, dari pernikahan ini beliau dikaruniai seorang putra yang bernama I Gusti Gede Mangku yang kemudian menjadi penerus tahtanya. I Gusti Gede Mangku sangat memperhatikan aspek Parahyangan dalam Tri Hita Karana, yaitu dengan membangun sebuah pura di wilayah kerajaannya yang diberi nama Pura Dalem Padonan dan beliau dianugerahi sebuah keris yang bernama Ki Don Buluh. Beberapa lama kemudian I Gusti Gede Mangku lalu mengambil seorang istri yang berasal dari Sempidi. Ia beserta istrinya dikaruniai tiga orang putra yaitu: I Gusti Rai Sempidi, I Gusti Made Saren, dan I Gusti Nyoman Alit. Diceritakan pula I Gusti Nyoman Alit menikahi seorang wanita yang berasal dari Pipitan dan melahirkan dua orang anak, yakni seorang anak laki-laki yang diberi nama I Gusti Made Pipitan, dan seorang anak perempuan yang bernama Ni Gusti Kuh Kida. Pada saat itu lahir suatu kebijakan baru bahwa seseorang yang memangku jabatan sebagai raja menurut aturan tata negara harus dilengkapi sorang Patirtan, yaitu seseorang yang bertugas melaksanakan pemujaan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, dengan sarana upakara sehingga kerajaan itu aman dan sejahtera. Oleh karena itu beliau mohon kehadapan Puri Mengwi dan memohon seorang Patirtan Brahmana Manuaba dari Griya Batan Pekel Kapal yang selanjutnya ditempatkan di Tibubeneng sebagai Bagawanta. Pada tahun 1800 masehi terjadilah sebuah perang besar antara kerajaan Tibubeneng dengan I Gusti Ngurah Kaleran dari Puri Kaleran Denpasar, yang mengakibatkan gugurnya I Gusti Gede Mangku. Berita mengenai gugurnya I Gusti Gede Mangku sampai kepada Raja Mengwi sehingga beliau menjadi sangat marah, lalu mengutus seorang prajurit yang bernama I Gede Suda dari Munggu untuk mencari kebenaran berita tersebut.  Sesampainya di Pipitan I Gede Suda mendapati I Gusti Made Pipitan (I Gusti Rai) dengan adiknya yang masih kecil serta senjata keris Ki Don Buluh, Gender, Telutup Kawitan beserta Bagawantanya sedang mengungsi di sana. Dalam menjalankan tugasnya I Gede Suda bertempur, namun dikarenakan musuh yang sangat banyak beliau pun wafat. Saat mendengar I Gede Suda telah wafat I Gusti Rai pergi dari Pipitan menuju Munduk Sempol yang aman lalu beliau memutuskan untuk tinggal dan menetap di sana. Beliau pun mulai menata wilayah tersebut menjadi satu desa pekraman dan mendirikan Griya untuk sang Bagawantanya, pada saat itu daerah itu masih kering yaitu bertepatan dengan sasih ketiga Kangkang. Di sana beliau juga membangun linggih Ida Dalem Padonan, membangun jero serta yang lainnya. Setelah lama kemudian wilayah mondok sempol itu dinamakan Desa Pererenan. Nama Pererenan ini diambil dari nama leluhur Kerajaan Padang Luwih Tibubeneng yang bernama I Gusti Meliling atau I Gusti Gede Pererenan.
Sejarah mengenai I Gusti Gede Pererenan juga terdapat dalam babad Mpu Bekung, yang juga menceritakan mengenai asal-usul I Gusti Gede Pererenan dan masa pemerintahan beliau. Adapun cerita singkat mengenai I Gusti Gede Pererenan adalah sebagai berikut:  Diceriterakan pemerintahan Mengwi bersama Ida Cokorda Karang yang juga mendapat tantangan seperti I Gusti Ngurah Gede Pinatih.
Ida Padanda Wayan Abyan yang pernah menjadi ipar I Gusti Ngurah Bun, sehingga putra Padanda tinggal di Desa Bun. Ketika Ida Cokorda Made dari Mengwi berburu ke hutan mampir lah beliau ke Puri Bun untuk mencari tukang pijat. Tetapi tukang pijat bernama Jero Meliling itu dihamilinya, putranya diberi nama I Gusti Gede Meliling dan bayi ini dibesarkan oleh Ida Cokorda Agung. Para Putra I Gusti Ngurah Bun bernama I Gusti Ngurah Gede Bija, I Gusti Ayu Made Bija. Di antara para putra ini terjadi percekcokan. Pertama mereka bermukim di desa Beranjingan, kemudian pindah ke Desa Padang-jarak. I Gusti Bun pindah ke Desa Mancos, I Gusti Ngurah Bija Lengar pindah ke Desa Padang Jarak. Tak henti-henti kemarahan I Gusti Ngurah Made Agung terhadap I Gusti Ngurah Bun sampai akhirnya I Gusti Ngurah Bun terkalahkan dan mengungsi ke Badung tinggal di Desa Tainsiyat. Sehingga berdirilah sebuah desa yang bernama Pererenan, yang erat hubungannya dengan desa Tibubeneng

1 komentar:

gungisps mengatakan...

Tolong dikompilasikan dengan Babad I Gusti Gde Meliling, Arsip Gedong Kirtya Singaraja

Posting Komentar